BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Budaya
adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena
pemikiran dan karyanya, sama dengan halnya Setiadi dkk mengatakan kebudayaan
atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun
non-material.
Budaya
banjar adalah adat, kebiasaan, ciri khas ataupun tata cara pada orang-orang
banjar. Ada juga yang mengatakan budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian budaya banjar?
2. Untuk mengetahui sejarah budaya banjar?
3. Untuk mengetahui macam-macam budaya banjar?
4. Untuk mengetahui seni tradisional banjar?
5. Untuk mengetahui makanan khas banjar?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
•
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
•
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari
kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Pengertian kebudayaan menurut beberapa ahli
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
Suku bangsa Banjar adalah suku bangsa atau
etnoreligius Muslim
yang menempati sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dan
sejak abad ke-17 mulai menempati sebagian Kalimantan Tengah dan
sebagian Kalimantan
Timur terutama kawasan
dataran rendah dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Budaya Banjar
Budaya
banjar adalah adat, kebiasaan, ciri khas ataupun tata cara pada orang-orang
banjar. Ada juga yang mengatakan budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
B.
Sejarah Budaya Banjar
1.
Penduduk Asli
Penduduk asli Kalimantan Selatan secara umum disebut suku bangsa
Banjar. Daerah Kalimantan Selatan (daerah Banjar) yang sering disebut ”Bumi
Lambung Mangkurat” atau ”Bumi Antasari” atau juga ”Banua Banjar” yang
wilayahnya terbentang dari utara mulai daerah Tabalong (Tanjung) hingga ke
selatan Tanjung Selatan merupakan ”melting-pot” manusia-manusia yang
menciptakan suku bangsa Banjar.
Identitas utama yang mengikat suku bangsa Banjar adalah bahasa
Banjar sebagai media umum dalam komunikasi yang telah menjadi ”lingua franca”.
Pembanjaran dalam segi bahasa ini tidak hanya terjadi di Kalimantan Selatan,
juga tidak terkecuali terjadi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
2.
Latar Belakang Kebudayaan
Di daerah ini semula suku bangsa Maanyan, Lawangan, Dusun Deyah
dan Ngaju dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Jawa, disatukan oleh kerajaan
yang beragama Budha, Shiwa, dan paling akhir oleh Kerajaan Banjar yang beragama
Islam, yang menumbuhkan kebudayaan Banjar dan bahasa Banjar dengan berbagai
dialeknya. Bahasa Banjar dan agama Islam dibawah pengaruh kekuasaan dinasti
Banjar di Kayu Tangi (Martapura), mengukuhkan daerah Banjar dan suku bangsa
Banjar menjadi satu kesatuan wilayah. Suku bangsa Dayak yang ber kepercayaan
Kaharingan dan baragama Kristen tetap menyebut diri mereka orang Dayak.
Sedangkan mereka orang-orang Dayak yang memeluk agama Islam, berbahasa Banjar,
meninggalkan bahasa ibu mereka, lalu mereka menyebut diri orang Banjar.
Sisa peninggalan-peninggalan yang masih ada sampai sekarang adalah subsemen Candi Laras di Margasari (Rantau) dan Candi Agung (Amuntai). Pengaruh unsur-unsur religi dan budaya yang hidup sejak masa lalu tersebut sebagian masih terasa dalam kebudayaan Banjar.
Sisa peninggalan-peninggalan yang masih ada sampai sekarang adalah subsemen Candi Laras di Margasari (Rantau) dan Candi Agung (Amuntai). Pengaruh unsur-unsur religi dan budaya yang hidup sejak masa lalu tersebut sebagian masih terasa dalam kebudayaan Banjar.
3.
Bahasa Banjar
Bahasa Banjar terdiri dari berbagai dealek. Secara garis besar
terdiri atas dua bagian, yaitu Bahasa Banjar Hulu dan Bahasa Banjar Kuala.
Dalam Bahasa Banjar Hulu maupun Bahasa Banjar Kuala sama-sama terdapat berbagai
sub dealek. Menurut Kern bahwa dealek Banjar tergantung daerah yang
bersangkutan, seperti dealek Banjar Martapura, Kandangan, Kelua, Barabai,
Amuntai, dan lainnya.
Sebagai bahasa retual dalam menjalankan ibadah Islam berlaku
bahasa Arab. Tetapi dalam upacara yang berhubungan dengan adat atau kepercayaan
menggunakan bahasa campuran antara Arab, Melayu, Banjar dan Jawa. Dalam mantera
misalnya dimulai dengan nafas Islam yaitu Bismillah, kemudian inti mantera
diucapkan dalam bahasa Melayu atau bahasa Banjar, kemudian ditutup dengan nafas
Islam yaitu berkat Lailahaillallah Muhammad Rasulullah.
Bahasa Banjar adalah bahasa sastra lisan. Dulu apabila berpidato,
menulis atau mengarang orang Banjar menggunakan bahasa Melayu Banjar dan aksara
Arab. Bahasa Indonesia tidak membawa kesulitan bagi orang Banjar sampai ke
daerah yang jauh di udik-udik. Rakyat biasa yang tinggal di udik-udik dapat
dengan mudah memahaminya sebagai bahasa Melayu.
C. Macam-macam Budaya Banjar
Macam-macam
budaya banjar sebagai berikut :
1. Jukung Banjar
Kehidupan
orang banjar di Kalimantan Selatan lekat dengan budaya sungai, sebagaimana
tergambar pada permukiman tradisional Banjar yang berada di pinggiran sungai
dan aktivitas pasar terapung. Permukiman tradisional orang Banjar dapat ditemui
di daerah yang dilewati oleh sungai besar maupun kecil. Permukiman dari segi
bahasa diartikan sebagai daerah tempat bermukim yang dapat didefinisikan
sebagai satuan wilayah kehidupan sosial budaya suatu masyarakat dan secara
ekologis merupakan kawasan interaksi untuk membudidayakan potensi lingkungan
alam.
Dari
sungailah interaksi manusia terbangun yang menghasilkan budaya sungai atau
kebudayaan masyarakat yang dipengaruhi oleh lingkungan sungai. Pengertian
budaya sungai meliputi cara hidup, berperilaku, dan adaptasi manusia yang hidup
ditepi sungai, hal itu telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun
temurun.
Salah
satu bentuk budaya sungai adalah pasar terapung yang masih eksis hingga
sekarang ini dikampung Kuin, Banjarmasin dan terutama sekali di Lok Baintan,
kabupaten Banjar. Keberadaan pasar terapung tidak terlepas dari kebudayaan
sungai suku Banjar. Karena sungai bagi masyarakat Banjar, khususnya yang
tinggal di tepian sepanjang sungai, tidak hanya sebagai tempat arus
transportasi atau mobilisasi manusia, namun tempat pemasaran komoditas perdagangan
dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga, seperti air minum, mandi, dan lain-lain.
Keberadaan pasar terapung di Kuin dapat ditelusuri sejak munculnya keraton
kesultanan Banjar yang berada di
pinggiran sungai Kuin. Keraton dahulu
selalu tidak berjauhan denagn bandar, alun-alun, dan masjid. Bandar pada
kesultanan Banjar dahulu adalah di muara sungai Kuin. Di sinilah terjadi
interaksi antara pedagang dan pemmbeli dalam bentuk jual-beli di atas perahu,
atau antara penduduk yang tinggal di pinggiran sungai dengan pedagang
berperahu. Adanya dominasi transportasi melalui sungai merupakan faktor penentu
keberlangsungan pasar terapung, baik di Kuin maupun Lok Baintan sekarang ini.
Jika dahulu masyarakat kota Banjarmasin lekat dengan transportasi sungai, sehingga
memunculkanbudaya pasar terapung atau banyaknya warga yang menjajakan
dagangannya dengan perahu. Akan tetapi, ketika orientasi kegiatan ekonomi
perdagangan berpindah dari sungai ke daerah daratan, seiring dengan semakin
membaiknya lintas transportasi jalan di sekitar pasar terapung tersebut, maka
kini aktivitas pasar terapung di Muara Kuin mulai meredup, tidak seramai dahulu
lagi. Kehidupan masyarakat Banjar berkembang di atas sungai yang menjadikan
ciri khas dan budaya orang Banjar.
Terkait
dengan transportasi sungai, sejak dahulu kala orang Banjar memiliki dan
menguasai teknologi pembuatan perahu dalam berbagai bentuk dan jenis keperluan
baik untuk sungai, pantai dan lautan. Kemampuan itu dengan sendirinya
menjadikan orang Banjar memiliki tradisi berlayar baik sebagai pelaut, nelayan,
dan pedagang antar pulau. Kemampuan memiliki, menguasai teknologi pembuatan
perahu dan adanya tradisi berlayar dan berdagang antar pulau dengan perahu
tradisional itulah yang menjadikan orang Banjar memliki mobilitas tinggi,
berlayar dari satu pulau ke pulau lain, berangkat menuju tanah suci, menyusuri
sungai hingga jauh ke pedalaman, atau bermigrasi untuk mencari tempat
permukiman baru. Penguasaan teknologi pembuatan perahu tercermin antara lain
tercermin dari beragamnya alat transportasi sungai yakni jukung atau
perahu/sampan dalam berbagai jenis maupun fungsinya. Jukung banjar dalam bentuk
dan proses cara pembikinannya dikenal adanya tiga jenis, yaitu:
1.
Jukung Sudur (rangkaan)
2.
Jukung Patai
1.
Jukung Biasa
3.
Jukung Kuin
7.
Jukung Tiung
Sedangkan jukung menurut fungsinya dapat dilihat sebagai sarana
transportasi, untuk berjualan atau berdagang, mencari ikan, menambang pasir dan
batu, mengangkut hasil pertanian, angkutan jasa dan lain-lain, bahkan sekaligus
sebagai tempat tinggal pemiliknya. Berbagai fungsi jukung itu dapat disebutkan
sebagai berikut, yaitu:
1.
Jukung Pahumaan
2.
Jukung Paiwakan
3.
Jukung Paramuan
4.
Jukung Palambakan
5.
Jukung Pambarasan
6.
Jukung Gumbili
7.
Jukung Pamasiran
8.
Jukung Beca Banyu
9.
Jukung Getek
10.
Jukung Palanjaan
11.
Jukung Rombong
12.
Jukung/Perahu Tambangan
13.
Jukung Undaan
14.
Jukung Tiung
Selain jukung masyarakat Banjar biasanya menggunakan “klotok”, yakni
jukung yang cukup besar dan dilengkapi dengan mesin motor sebagai alat
penggeraknya, serta bus air, dan speed boat untuk mengangkut penumpang dan
barang kebutuhan pokok.
v Foto
Jukung
Banjar
Para pedagang pasar
terapung menggunakan jukung, memenuhi Sungai Martapura di Desa Lok Baintan, Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan. Berbagai atraksi di Pawai Budaya yang menjadi
pembuka Festival Budaya Pasar Terapung 2010 menyulut ribuan warga memadati
kawasan bantaran Sungai Martapura di Jalan Jenderal Sudirman Banjarmasin.
v Foto
Para Pedagang Pasar Terapung
2.
Permainan Bagasing / Balogo
Bagasing salah satu budaya masyarakat Banjar, foto pada even Kongras Budaya Banjar
II
3. Sasirangan
Kain sasirangan yang merupakan kerajinan khas daerah Kalimantan Selatan
(Kalsel) menurut para tetua masyarakat setempat, dulunya digunakan sebagai ikat
kepala (laung), juga sebagai sabuk dipakai kaum lelaki serta sebagai
selendang, kerudung, atau udat (kemben) oleh kaum wanita. Kain ini juga
sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara adat, bahkan digunakan pada
pengobatan orang sakit. Tapi saat ini, kain sasirangan peruntukannya tidak lagi
untuk spiritual sudah menjadi pakaian untuk kegiatan sehari-hari, dan merupakan
ciri khas sandang dari Kalsel. Di Kalsel, kain sasirangan merupakan salah satu
kerajinan khas daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Kata
“Sasirangan” berasal dari kata sirang (bahasa setempat) yang berarti diikat
atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya atau dalam istilah bahasa
jahit menjahit dismoke/dijelujur. Kalau di Jawa disebut jumputan. Kain
sasirangan dibuat dengan memakai bahan kain mori, polyester yang dijahit dengan
cara tertentu. Kemudian disapu dengan bermacam-macam warna yang diinginkan,
sehingga menghasilkan suatu bahan busana yang bercorak aneka warna dengan
garis-garis atau motif yang menawan.
·
Proses Pembuatan Kain Sasirangan
Pertama
menyirang kain, Kain dipotong secukupnya disesuaikan untuk keperluan pakaian
wanita atau pria. Kemudian kain digambar dengan motif-motif kain adat, lantas
disirang atau dijahit dengan tangan jarang-jarang/renggang mengikuti motif.
Kain yang telah dijahit, ditarik benang jahitannya dengan tujuan untuk
mengencangkan jahitannya, sehingga kain mengerut dengan rapat dan kain sudah
siap untuk masuk proses selanjutnya.
Kedua penyiapan zat warna, Zat warna yang digunakan adalah zat warna
untuk membatik. Semua zat warna yang untuk membatik dapat digunakan untuk
pewarnaan kain sasirangan. Tapi zat warna yang sering digunakan saat ini
adalah zat warna naphtol dengan garamnya. Bahan lainnya sebagai pembantu adalah
soda api (NaOH), TRO/Sepritus, air panas yang mendidih. Mula-mula zat warna
diambil secukupnya, kemudian diencerkan/dibuat pasta dengan menambahkan
TRO/Spirtus, lantas diaduk sampai semua larut/melarut. Setelah zat melarut
semua, kemudian ditambahkan beberapa tetes soda api dan terakhir ditambahkan
dengan air panas dan air dingin sesuai dengan keperluan. Larutan harus
bening/jernih. Untuk melarutkan zat warna naphtol sudah dianggap selesai dan
sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan.
Untuk membuat warna yang dikehendaki, maka zat warna naphtol harus
ditimbulkan/dipeksasi dengan garamnya. Untuk melarutkan garamnya, diambil
sesuai dengan keperluan kemudian ditambahkan air panas sedikit demi sedikit
sambil diaduk-aduk kuat-kuat sehingga zat melarut semua dan didapatkan larutan
yang bening. Banyaknya larutan disesuaikan dengan keperluan. Kedua larutan
yaitu naphtol dan garam sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain
sasirangan, yaitu dengan cara pertama-tama mengoleskan/menyapukan zat warna
naphtol pada kain yang telah disirang yang kemudian disapukan lagi/dioleskan
larutan garamnya sehingga akan timbul warna pada kain sasirangan yang sudah
diolesi sesuai dengan warna yang diinginkan. Setelah seluruh kain diberi warna,
kain dicuci bersih-bersih sampai air cucian tidak berwarna lagi.
Kain yang sudah bersih, kemudian dilepaskan jahitannya sehingga terlihat
motif-motif bekas jahitan diantara warna-warna yang ada pada kain tersebut.
Sampai disini proses pembuatan kain sasirangan telah selesai dan dijemur
salanjutnya diseterika dan siap untuk dipasarkan.
Upaya untuk
melindungi budaya Banjar ini, telah diakui oleh pemerintah melalui Dirjen HAKI
Departemen Hukum dan HAM RI beberapa motif sasirangan sebagai berikut :
- Iris Pudak
- Kambang Raja
- Bayam Raja
- Kulit Kurikit
- Ombak Sinapur Karang
- Bintang Bahambur
- Sari Gading
- Kulit Kayu
- Naga Balimbur
- Jajumputan
- Turun Dayang
- Kambang Tampuk Manggis
- Daun Jaruju
- Kangkung Kaombakan
- Sisik Tanggiling
- Kambang Tanjung
D. Seni Tradisional Banjar
Seni tradisional banjar adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup
masyarakat dalam suku Banjar. Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang
keluar alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu. Tradisi
adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah karena ketidakmauan masyarakat
untuk mengikuti tradisi tersebut.
Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya
dengan sungai, rawa, dan danau, di samping pegunungan. Tumbuhan dan binatang
yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan
mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan
alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir
segenap kehidupan mereka serba religius. Di samping itu, masyarakatnya juga
agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian besar masih
tradisional.
Ikatan kekerabatan mulai longgar dibanding dengan masa yang lalu,
orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada intelektual dan
keagamaan. Emosi keagamaan masih jelas tampak pada kehidupan seluruh suku
bangsa yang berada di Kalimantan Selatan.
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material
budaya yang berkaitan dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi,
akulturasi, dan asimilasi. Sehingga tampak terjadinya pembauran dalam
aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih
dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama
sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ketuhanan (Tauhid), meskipun
dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Buddha.
Seni ukir dan arsitektur tradisional Banjar tampak sekali pembauran
budaya, demikian pula alat rumah tangga, transportasi, tari, nyanyian, dan
sebagainya. Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai jenis dan bentuk
kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni Religius Kesenian yang
menjadi milik masyarakat Banjar. Suku Banjar
mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya
belum maksimal, meliputi berbagai cabang seni. Banjar
mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya
belum maksimal, meliputi berbagai cabang seni.
v
Seni Tari
Seni Tari Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan
istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama "Baksa" yang berasal
dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan kehalusan gerak dalam tata tarinya.
Tari-tari ini telah ada dari ratusan tahun yang lalu, semenjak zaman Hindu,
namun gerakan dan busananya telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa
ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan adab
islam mengalami sedikit perubahan. Seni tari daerah Banjar yang
terkenal misalnya:
·
Tari Baksa Kembang, dalam
penyambutan tamu agung.
·
Tari Baksa Panah
·
Tari Baksa Dadap
·
Tari Baksa Lilin
·
Tari Baksa Tameng
·
Tari Radap Rahayu
·
Tari Kuda Kepang
·
Tari Japin/Jepen
·
Tari Tirik Kuala
·
Tari Gandut
·
Tari Tirik
·
Tari Babujugan
·
Tari Jepen Lenggang Banua
·
Tari Japin Hadrah
·
Tari Tameng Cakrawati
·
Tari Alahai Sayang
Gamelan
Banjar adalah seni karawitan dengan peralatan musik gamelan yang berkembang
dikalangan suku banjar di Kalimantan Selatan. Gamelan Banjar yang ada di
Kalimantan Selatan, yaitu :
·
Gamelan Banjar Tipe Keraton
·
Gamelan Banjar Tipe Rakyatan
v
Seni Rupa
Dwimatra
Ø Seni Anyaman
Seni anyaman dengan bahan rotan, bambu dan purun sangat artistik.
Anyaman rotan berupa tas dan kopiah.
v
Seni
Lukisan Kaca
Seni lukisan kaca berkembang pada tahun lima puluhan, hasilnya
berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi masjid dan
sebagainya. Ragam hiasnya sangat banyak diterapkan pada perabot berupa tumpal,
sawstika, geometris, flora dan fauna.
v
Seni
Tatah/Ukir
Motif ukiran juga diterapkan pada sasanggan
yang terbuat dari kuningan.
Motif jambangan bunga dan tali bapilin dalam seni tatah
ukir Banjar.
Seni ukir terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku
(utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan
pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah dan masjid, bagian-bagian
perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan benda-benda
kuningan seperti cerana, abun, pakucuran, lisnar, perapian, cerek, sasanggan,
meriam kecil dan sebagainya. Motif ukiran misalnya Pohon Hayat, pilin ganda,
swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, flora binatang, kaligrafi, motif
Arabes dan Turki.
Pencak Silat Kuntau Banjar adalah ilmu beladiri yang berkembang di Tanah Banjar
dan daerah perantauan suku.
Kuntau iaitu salah satu cabang seni mempertahankan diri yang telah
dibawa dari tanah Banjarmasin (Kalimantan) oleh orang berketurunan Banjar lalu
dinamakan senagai Seni Silat Kuntau Banjar.Walaupun dari asal keturunan yang
berbeza tetapi oleh kerana ianya adalah dari salah satu rumpun Melayu dan Islam
sebagai agama pegangan, maka di situlah timbulnya semangat persaudaraan. Tak
perlu berbangga dengan seni bangsa-bangsa lain kerana kita, orang-orang Melayu
yang berasal dari pelbagai keturunan kaya dengan seninya yang tersendiri dan
seharusnya kita berbangga dengan seni sendiri yang mana telah menjadi warisan
sejak dahulu kala
v
Seni Rupa
Trimatra (Rumah Adat)
Rumah adat Banjar ada beberapa jenis, tetapi yang paling menonjol
adalah Rumah
Bubungan Tinggi yang merupakan tempat kediaman pangeran/raja
(keraton). Jenis rumah yang ditinggali oleh seseorang menunjukkan status dan
kedudukannya dalam masyarakat. Jenis-jenis rumah Banjar:
1.
Rumah Bubungan Tinggi, kediaman raja
2.
Rumah Gajah Baliku, kediaman saudara dekat raja
3.
Rumah Gajah Manyusu, kediaman
"pagustian" (bangsawan)
4.
Rumah Balai
Laki, kediaman menteri dan punggawa
5.
Rumah Balai
Bini, kediaman wanita keluarga raja dan inang pengasuh
6.
Rumah
Palimbangan, kediaman alim ulama dan saudagar
7.
Rumah
Palimasan (Rumah Gajah), penyimpanan barang-barang
berharga (bendahara)
8.
Rumah Cacak Burung (Rumah Anjung Surung), kediaman rakyat biasa
10.
Rumah Lanting,
rumah di atas air
South Kalimantan, Rumah Banjar
Bubungan Tinggi.
v
Wayang Banjar
Wayang
Banjar terdiri dari :
2.
Wayang gung/wayang Gong
yaitu (wayang orang
versi suku Banjar)
v
Mamanda
Mamanda
merupakan seni teater
tradisonal suku Banjar. Seni drama
tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat kalimantan pada
umumnya. Bahkan, beberapa waktu silam seni lakon Mamanda rutin menghiasi layar
kaca sebelum hadirnya saluran televisi swasta yang turut menyaingi acara
televisi lokal. Tak heran kesenian ini sudah mulai jarang dipentaskan.
Dialog
Mamanda lebih kepada improvisasi pemainnya. Sehingga spontanitas yang terjadi
lebih segar tanpa ada naskah yang mengikat. Namun, alur cerita Mamanda masih
tetap dikedepankan. Disini Mamanda dapat dimainkan dengan naskah yang utuh atau
inti ceritanya saja.
v
Tradisi
Bananagaan
v
Seni
Tradisonal Banjar Berbasis Sastra (Folklor Banjar)
1.
Lamut
Lamut adalah sebuah tradisi berkisah
yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya
Banjar. Lamut merupakan seni cerita bertutur, seperti wayang atau
cianjuran. Bedanya, wayang atau cianjuran dimainkan dengan seperangkat gamelan dan kecapi, sedangkan
lamut dibawakan dengan terbang, alat tabuh untuk seni hadrah.
Mereka yang
baru melihat seni lamut selalu mengira kesenian ini mendapat pengaruh dari Timur
Tengah. Pada masa Kerajaan Banjar dipimpin Sultan Suriansyah, lamut hidup bersama seni
tutur Banjar yang lain, seperti Dundam, Madihin, Bakesah, dan Bapantun.
Pelaksanaan
Lamut akan dilakukan pada malam hari mulai pukul 22.00 sampai pukul 04.00 atau
menjelang subuh tiba. Pembawa cerita dalam Lamut ini diberi julukan Palamutan.
Pada acara, Palamutan dengan membawa terbang besar yang diletakkan
dipangkuannya duduk bersandar di tawing halat (dinding tengah),
dikelilingi oleh pendengarnya yang terdiri dari tua-muda laki-perempuan. Khusus
untuk perempuan disediakan tempat di sebelah dinding tengah tadi.
Lamut berfungsi :
- Sebagai media dakwah agama Islam dan muatan pesan–pesan pemerintah atau pesan dari pengundang Lamut.
- Sebagai hiburan
- Manyampir, yaitu tradisi bagi keturunan palamutan.
- Hajat seperti untuk tolak bala atau doa selamat pada acara kelahiran anak, khitanan atau sunatan, mendapat rejeki. Menurut kepercayaan, kalau menyampir dan hajat ini tidak dilaksanakan maka akan membuat mamingit yakni menyebabkan sakit bagi yang bersangkutan.
- Sebagai pendidikan terutama mengenai tata krama kehidupan masyarakat Banjar. Biasanya petatah petitih berupa nasihat, petuah atau bimbingan moral.
2.
Madihin
Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa Arab
artinya nasihat, tapi bisa juga berarti pujian. Puisi rakyat anonim
bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di
Kalsel saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak
dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim
berbahasa Banjar yang bertipe hiburan. Madihin dituturkan sebagai hiburan
rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar
dalam rangka memperingati hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan,
kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran
anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah
amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).
Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan
merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri,
baik secara perorangan maupun secara berkelompok.
Pada zaman dahulu kala, ketika etnis Banjar di Kalsel masih belum
begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan
diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar : Pinduduk). Pinduduk
terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa
barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
3. Peribahasa Banjar Berbentuk Puisi
Menurut Tajuddin Noor Ganie (2006:1) dalam bukunya
berjudul Jatidiri
Puisi Rakyat Etnis Banjar di Kalsel, peribahasa Banjar ialah
kalimat pendek dalam bahasa Banjar yang pola susunan katanya sudah
tetap dengan merujuk kepada suatu format bentuk tertentu (bersifat formulaik),
dan sudah dikenal luas sebagai ungkapan tradisional yang menyatakan maksudnya
secara samar-samar, terselubung, dan berkias dengan gaya bahasa perbandingan,
pertentangan, pertautan, dan perulangan.
Berdasarkan karakteristik bentuk fisiknya, peribahasa Banjar menurut
Ganie (2006:1) dapat dipilah-pilah menjadi 2 kelompok besar, yakni :
1.
Peribahasa
Banjar berbentuk puisi, terdiri atas :
1.
Gurindam
2.
Kiasan
5.
Saluka
6.
Tamsil
Peribahasa
Banjar berbentuk kalimat, terdiri atas :
1.Ibarat
2.Papadah
4. Paribasa
5. Paumpamaan.
4. Pantun Banjar (Bapapantunan)
Pantun
merupakan pengembangan lebih lanjut dari Peribahasa Banjar. Istilah
pantun sendiri menurut Brensetter sebagaimana yang dikutipkan Winstead (dalam
Usman, 1954) berasal dari akar kata tun yang kemudian berubah menjadi tuntun yang artinya
teratur atau tersusun. Hampir mirip dengan tuntun adalah tonton dalam bahasa Tagalog
artinya berbicara menurut aturan tertentu (dalam Semi, 1993:146-147).
Dibandingkan dengan genre/jenis puisi rakyat lainnya, pantun merupakan puisi
rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik local genius bangsa
Indonesia sendiri.
Dalam definisi yang sederhana pantun Banjar
adalah pantun yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar.
Definisi pantun Banjar menurut rumusan Tajuddin Noor Ganie (2006) adalah puisi rakyat
anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar
dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi khusus
yang berlaku dalam khasanah folklor Banjar.
Pada masa-masa Kerajaan Banjar masih jaya-jayanya (1526-1860),
pantun tidak hanya difungsikan sebagai sarana hiburan rakyat semata, tetapi
juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional, sehingga para
tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal harus mempelajari dan
menguasainya dengan baik, yakni piawai dalam mengolah kosa-katanya dan piawai
pula dalam membacakannya.
Pamantunan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari
nafkah secara mandiri dengan mengandalkan kemampuannya dalam mengolah kosa-kata
berbahasa Banjar sehingga dapat dijadikan sebagai sarana retorika yang
fungional.
Datu Pantun adalah seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam
Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para
dewa kesenian rakyat. Datu Pantun diyakini sebagai orang pertama yang secara
geneologis menjadi cikal bakal pantun di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Unsur Melayu yang dianut pantun Banjar ternyata bentuk yang
bervariasif. Anak-anak bapapantunan, orang desa “Batawak Pantun” (lempar
melempat Pantun) dan orang tua bapantunan dalam acara tertentu.
Contoh Pantun :
Parahu
Bugis di Pulau Bakut
Mambawa
emtber lawan lamari
Tabarusuk
batis kawa dicabut
Tabarusuk
pander jadi kalahi
Ka
Sungai Rangas ka dalam Pagar
Ka
Martapura tuju kahulu
Biar
bungas kalawan langkar
Kahada
guna mun kahada payu
Buah
kasturi buah durian
Batangnya
tinggi di atas gunung
Maasi
asi dipadahi kuitan
Sakira
diri jadi bauntung
Ø Pantun Banjar Masa Kini : Bernasib Buruk
Pada zaman sekarang ini, pantun, khususnya pantun Banjar, tidak lagi
menjadi puisi rakyat yang fungsional di Kalsel. Sudah puluhan tahun tidak ada
lagi forum Baturai Pantun yang digelar secara resmi sebagai ajang adu
kreativitas bagi para Pamantunan yang tinggal di desa-desa di seluruh daerah
Kalsel. Pantun Banjar yang masih bertahan hanya pantun adat yang dibacakan pada
kesempatan meminang atau mengantar pinengset (bahasa Banjar Patalian).
Selebihnya, pantun Banjar cuma diselipkan sebagai sarana retorika bernuansa
humor dalam pidato-pidato resmi para pejabat atau dalam naskah-naskah tausiah
para ulama.
v Lagu
Banjar
Lagu Banjar adalah lagu-lagu berbahasa Banjar.
Menurut seniman/pencipta lagu-lagu Banjar yaitu H. Anang Ardiansyah (72 tahun) dilihat daerah perkembangannya
lagu-lagu (pantun) berirama khas Banjar di Kalimantan Selatan terbagi menjadi 3 yaitu
pantun yang berkembang di tepian sungai, pantun yang berkembang di daratan dan
pantun yang berkembang di pesisir pantai.
Jenis-jenis
pantun (lagu) tersebut antara lain :
- Lagu (Pantun) Rantauan yaitu lagu-lagu yang berkembang di sepanjang tepian sungai khususnya di daerah Banjar Kuala. Ciri-ciri lagu ini beralun-alun dan bergelombang-gelombang seperti gelombang sungai dan seperti orang yang meratapi nasib.
- Lagu (Pantun) Pandahan yaitu lagu-lagu Japin yang berasal dari Hulu Sungai (Banjar Hulu) yaitu dari Kota Rantau sampai Tanjung. Lagu ini disebut juga Lagu Tirik, karena dinyanyikan ketika urang ma-irik banih (orang yang sedang memisahkan bulir-bulir padi dengan tangkainya dengan cara diinjak-injak ketika panen).
- Lagu (Pantun) Pasisiran yaitu lagu yang berkembang di daerah pesisiran Kotabaru (Sigam), yang dinyanyikan melengking-lengking dengan nada tinggi (karena ada sedikit pengaruh Bugis).
Ketiga jenis tersebut di atas merupakan jenis lagu-lagu Musik Panting.
Pada musik panting yang asli di daerah Banjar di pakai tiga jenis alat musik
saja yaitu alat musik petik panting
(sejenis gambus/karungut/tingkilan), babun (gendang) dan agung (gong).
Sebagai pungkala
(patron) dalam mengambil penciptaan jenis lagu Banjar dari 3 macam irama
(cengkok):
- Dundam yaitu lagu-lagu yang agak sedih, seperti orang manggarunum (bergumam) tetapi dinyanyikan.
- Madihin yaitu lagu-lagu pada kesenian madihin.
- Lamut yaitu lagu-lagu pada kesenian ba-lamut.
Lagu Ampar-Ampar Pisang
ciptaan Thamrin, tapi dirilis oleh Hamiedan AC dan lagu Paris Barantai ciptaan H. Anang
Ardiansyah merupakan dua lagu yang menjadi kiblat dalam mencipta lagu
daerah Banjar. Hal ini karena kedua lagu inilah yang pertama kali direkam dan
dikenal banyak orang.
E. Makanan Khas Banjar
1.Soto Banjar
Soto
Banjar adalah soto khas suku Banjar, Kalimantan Selatan
dengan bahan utama ayam dan beraroma harum rempah-rempah seperti kayu manis, biji pala,
dan cengkeh. Soto berisi daging ayam yang sudah
disuwir-suwir, dengan tambahan perkedel atau kentang
rebus, rebusan telur, dan ketupat.
Seperti halnya soto ayam, bumbu soto Banjar berupa bawang merah, bawang putih dan merica, tapi tidak memakai kunyit. Bumbu ditumis lebih dulu dengan sedikit minyak goreng atau minyak samin hingga harum sebelum dimasukkan ke
dalam kuah rebusan ayam. Rempah-rempah nantinya diangkat agar tidak ikut masuk
ke dalam mangkuk sewaktu dihidangkan.
Penjual soto Banjar
menyajikan sate ayam sebagai menu pendamping. Nasi sop adalah sebutan untuk
soto Banjar yang dikuahkan ke sepiring nasi dan tidak berisi ketupat.
2. Cacapan Asam
Cincangan buah mangga muda, bawang
merah bakar, cabe rawit merah, ditambah sedikit terasi dan garam lalu
dilarutkan dengan sedikit air diatas piringan remas-remas kasar dengan
menggunakan ujung jari.
Dapat
dibayangkan rasanya dari bahan pembuatannya, namun apabila mengalami dan
merasakannya sendiri secara langsung, sensasi rasanya akan sangat mengejutkan.
3. Haruan Baubar
Orang banjar bilang maubar berarti ikan bakar
tanpa bumbu, cuma dilumuri larutan garam bersama asam jawa atau jeruk asam.
Ikan haruan adalah sejenis ikan gabus yang berukuran besar.
Ikan haruan adalah sejenis ikan gabus yang berukuran besar.
Sajian
ini paling nikmat disantab bersama cocolan khas banjar, "cacapan asam".
Dominasi
rasa asin dan masam sangat mendominasi, dengan aroma khas ikan gabus segar yang
sedikit berbau gosong. Menimbulkan rasa unik yang dalam, memaksa lidah untuk
terus bergerak dan gigi tak berhenti mengunyah, cita rasa yang luar biasa.
Cita
rasa yang mampu membangkitkan gairah nafsu makan.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kebudayaan adalah
totalitas latar belakang sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta
perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Itu merupakan seluruh gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara
belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan
sekaligus menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan sehingga dalam kenyataannya
tidak ada dua masyarakat yang kebudayaan seluruhnya sama.
Kebudayaan merupakan
suatu respon terhadap lingkungan sekitar. Baik lingkungan manusia maupun
lingkungan alam. Respon itu tidak akan sama dari suatu masyarakat ke masyarakat
lain, karena manusia mempunyai kemampuan kreatif.
Kultur budaya yang berkembang di Kalimantan Selatan sangat
banyak hubungannya dengan sungai, rawa, dan danau, di samping pegunungan.
Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk
memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini
dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang
disesuaikan.
Daftar
Pustaka
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking