Dinsdag 19 November 2013

Geografi Budaya

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Budaya adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya, sama dengan halnya Setiadi dkk mengatakan kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material.

Budaya banjar adalah adat, kebiasaan, ciri khas ataupun tata cara pada orang-orang banjar. Ada juga yang mengatakan budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

B.    Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian budaya banjar?
2. Untuk mengetahui sejarah budaya banjar?
3. Untuk mengetahui macam-macam budaya banjar?
4. Untuk mengetahui seni tradisional banjar?
5. Untuk mengetahui makanan khas banjar?













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

         Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
         Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Pengertian kebudayaan menurut beberapa ahli
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

Suku bangsa Banjar adalah suku bangsa atau etnoreligius Muslim yang menempati sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dan sejak abad ke-17 mulai menempati sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur terutama kawasan dataran rendah dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut






















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Budaya Banjar

Budaya banjar adalah adat, kebiasaan, ciri khas ataupun tata cara pada orang-orang banjar. Ada juga yang mengatakan budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

B.     Sejarah Budaya Banjar

1.      Penduduk Asli
Penduduk asli Kalimantan Selatan secara umum disebut suku bangsa Banjar. Daerah Kalimantan Selatan (daerah Banjar) yang sering disebut ”Bumi Lambung Mangkurat” atau ”Bumi Antasari” atau juga ”Banua Banjar” yang wilayahnya terbentang dari utara mulai daerah Tabalong (Tanjung) hingga ke selatan Tanjung Selatan merupakan ”melting-pot” manusia-manusia yang menciptakan suku bangsa Banjar.
Identitas utama yang mengikat suku bangsa Banjar adalah bahasa Banjar sebagai media umum dalam komunikasi yang telah menjadi ”lingua franca”. Pembanjaran dalam segi bahasa ini tidak hanya terjadi di Kalimantan Selatan, juga tidak terkecuali terjadi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

2.      Latar Belakang Kebudayaan
Di daerah ini semula suku bangsa Maanyan, Lawangan, Dusun Deyah dan Ngaju dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Jawa, disatukan oleh kerajaan yang beragama Budha, Shiwa, dan paling akhir oleh Kerajaan Banjar yang beragama Islam, yang menumbuhkan kebudayaan Banjar dan bahasa Banjar dengan berbagai dialeknya. Bahasa Banjar dan agama Islam dibawah pengaruh kekuasaan dinasti Banjar di Kayu Tangi (Martapura), mengukuhkan daerah Banjar dan suku bangsa Banjar menjadi satu kesatuan wilayah. Suku bangsa Dayak yang ber kepercayaan Kaharingan dan baragama Kristen tetap menyebut diri mereka orang Dayak. Sedangkan mereka orang-orang Dayak yang memeluk agama Islam, berbahasa Banjar, meninggalkan bahasa ibu mereka, lalu mereka menyebut diri orang Banjar.
Sisa peninggalan-peninggalan yang masih ada sampai sekarang adalah subsemen Candi Laras di Margasari (Rantau) dan Candi Agung (Amuntai). Pengaruh unsur-unsur religi dan budaya yang hidup sejak masa lalu tersebut sebagian masih terasa dalam kebudayaan Banjar.

3.      Bahasa Banjar
Bahasa Banjar terdiri dari berbagai dealek. Secara garis besar terdiri atas dua bagian, yaitu Bahasa Banjar Hulu dan Bahasa Banjar Kuala. Dalam Bahasa Banjar Hulu maupun Bahasa Banjar Kuala sama-sama terdapat berbagai sub dealek. Menurut Kern bahwa dealek Banjar tergantung daerah yang bersangkutan, seperti dealek Banjar Martapura, Kandangan, Kelua, Barabai, Amuntai, dan lainnya.
Sebagai bahasa retual dalam menjalankan ibadah Islam berlaku bahasa Arab. Tetapi dalam upacara yang berhubungan dengan adat atau kepercayaan menggunakan bahasa campuran antara Arab, Melayu, Banjar dan Jawa. Dalam mantera misalnya dimulai dengan nafas Islam yaitu Bismillah, kemudian inti mantera diucapkan dalam bahasa Melayu atau bahasa Banjar, kemudian ditutup dengan nafas Islam yaitu berkat Lailahaillallah Muhammad Rasulullah.
Bahasa Banjar adalah bahasa sastra lisan. Dulu apabila berpidato, menulis atau mengarang orang Banjar menggunakan bahasa Melayu Banjar dan aksara Arab. Bahasa Indonesia tidak membawa kesulitan bagi orang Banjar sampai ke daerah yang jauh di udik-udik. Rakyat biasa yang tinggal di udik-udik dapat dengan mudah memahaminya sebagai bahasa Melayu.

C. Macam-macam Budaya Banjar

          Macam-macam budaya banjar sebagai berikut           :

1.   Jukung Banjar
Kehidupan orang banjar di Kalimantan Selatan lekat dengan budaya sungai, sebagaimana tergambar pada permukiman tradisional Banjar yang berada di pinggiran sungai dan aktivitas pasar terapung. Permukiman tradisional orang Banjar dapat ditemui di daerah yang dilewati oleh sungai besar maupun kecil. Permukiman dari segi bahasa diartikan sebagai daerah tempat bermukim yang dapat didefinisikan sebagai satuan wilayah kehidupan sosial budaya suatu masyarakat dan secara ekologis merupakan kawasan interaksi untuk membudidayakan potensi lingkungan alam.
Dari sungailah interaksi manusia terbangun yang menghasilkan budaya sungai atau kebudayaan masyarakat yang dipengaruhi oleh lingkungan sungai. Pengertian budaya sungai meliputi cara hidup, berperilaku, dan adaptasi manusia yang hidup ditepi sungai, hal itu telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun.
Salah satu bentuk budaya sungai adalah pasar terapung yang masih eksis hingga sekarang ini dikampung Kuin, Banjarmasin dan terutama sekali di Lok Baintan, kabupaten Banjar. Keberadaan pasar terapung tidak terlepas dari kebudayaan sungai suku Banjar. Karena sungai bagi masyarakat Banjar, khususnya yang tinggal di tepian sepanjang sungai, tidak hanya sebagai tempat arus transportasi atau mobilisasi manusia, namun tempat pemasaran komoditas perdagangan dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga, seperti air minum, mandi, dan lain-lain. Keberadaan pasar terapung di Kuin dapat ditelusuri sejak munculnya keraton kesultanan Banjar yang berada  di pinggiran sungai Kuin.  Keraton dahulu selalu tidak berjauhan denagn bandar, alun-alun, dan masjid. Bandar pada kesultanan Banjar dahulu adalah di muara sungai Kuin. Di sinilah terjadi interaksi antara pedagang dan pemmbeli dalam bentuk jual-beli di atas perahu, atau antara penduduk yang tinggal di pinggiran sungai dengan pedagang berperahu. Adanya dominasi transportasi melalui sungai merupakan faktor penentu keberlangsungan pasar terapung, baik di Kuin maupun Lok Baintan sekarang ini. Jika dahulu masyarakat kota Banjarmasin lekat dengan transportasi sungai, sehingga memunculkanbudaya pasar terapung atau banyaknya warga yang menjajakan dagangannya dengan perahu. Akan tetapi, ketika orientasi kegiatan ekonomi perdagangan berpindah dari sungai ke daerah daratan, seiring dengan semakin membaiknya lintas transportasi jalan di sekitar pasar terapung tersebut, maka kini aktivitas pasar terapung di Muara Kuin mulai meredup, tidak seramai dahulu lagi. Kehidupan masyarakat Banjar berkembang di atas sungai yang menjadikan ciri khas dan budaya orang Banjar.
Terkait dengan transportasi sungai, sejak dahulu kala orang Banjar memiliki dan menguasai teknologi pembuatan perahu dalam berbagai bentuk dan jenis keperluan baik untuk sungai, pantai dan lautan. Kemampuan itu dengan sendirinya menjadikan orang Banjar memiliki tradisi berlayar baik sebagai pelaut, nelayan, dan pedagang antar pulau. Kemampuan memiliki, menguasai teknologi pembuatan perahu dan adanya tradisi berlayar dan berdagang antar pulau dengan perahu tradisional itulah yang menjadikan orang Banjar memliki mobilitas tinggi, berlayar dari satu pulau ke pulau lain, berangkat menuju tanah suci, menyusuri sungai hingga jauh ke pedalaman, atau bermigrasi untuk mencari tempat permukiman baru. Penguasaan teknologi pembuatan perahu tercermin antara lain tercermin dari beragamnya alat transportasi sungai yakni jukung atau perahu/sampan dalam berbagai jenis maupun fungsinya. Jukung banjar dalam bentuk dan proses cara pembikinannya dikenal adanya tiga jenis, yaitu:
1.         Jukung Sudur (rangkaan)
2.         Jukung Patai
1.    Jukung Biasa
2.    Jukung Hawaian
3.    Jukung Kuin
4.    Jukung Pelanjan
6.    Jukung Pemadang
3.         Jukung Batambit
3.    Jukung Undaan
4.    Jukung Parahan
5.    Jukung Gundul
7.    Jukung Tiung
Sedangkan jukung menurut fungsinya dapat dilihat sebagai sarana transportasi, untuk berjualan atau berdagang, mencari ikan, menambang pasir dan batu, mengangkut hasil pertanian, angkutan jasa dan lain-lain, bahkan sekaligus sebagai tempat tinggal pemiliknya. Berbagai fungsi jukung itu dapat disebutkan sebagai berikut, yaitu:
1.         Jukung Pahumaan
2.         Jukung Paiwakan
3.         Jukung Paramuan
4.         Jukung Palambakan
5.         Jukung Pambarasan
6.         Jukung Gumbili
7.         Jukung Pamasiran
8.         Jukung Beca Banyu
9.         Jukung Getek
10.     Jukung Palanjaan
11.     Jukung Rombong
12.     Jukung/Perahu Tambangan
13.     Jukung Undaan
14.     Jukung Tiung
Selain jukung masyarakat Banjar biasanya menggunakan “klotok”, yakni jukung yang cukup besar dan dilengkapi dengan mesin motor sebagai alat penggeraknya, serta bus air, dan speed boat untuk mengangkut penumpang dan barang kebutuhan pokok.
v  Foto Jukung Banjar
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/6/63/Miniatur_Jukung_Gundul.JPG/200px-Miniatur_Jukung_Gundul.JPG

Para pedagang pasar terapung menggunakan jukung, memenuhi Sungai Martapura di Desa Lok Baintan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Berbagai atraksi di Pawai Budaya yang menjadi pembuka Festival Budaya Pasar Terapung 2010 menyulut ribuan warga memadati kawasan bantaran Sungai Martapura di Jalan Jenderal Sudirman Banjarmasin.

v  Foto Para Pedagang Pasar Terapung
  Description: Bule Belanda Pun Terkesan Budaya Terapung

2.      Permainan Bagasing / Balogo
Bagasing salah satu budaya masyarakat Banjar, foto pada even Kongras Budaya Banjar II
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqw1zVnocfqPTwRoQTqZ4GDtawhNapss-pPp6WmeaMzmkwK8rev73ohu8RGUow9Qo7ZZ_9CDu6ScKrb92mHeJ5lb5wWrpYXeAZr1g1Igm2AScxFELXC8Wd0AcNxXU6RukDxgIB1IiUKdQ/s320/DSC00395.JPG

3.      Sasirangan
Kain sasirangan yang merupakan kerajinan khas daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) menurut para tetua masyarakat setempat, dulunya digunakan sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk dipakai kaum lelaki serta sebagai selendang,  kerudung, atau udat (kemben) oleh kaum wanita. Kain ini juga sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara adat, bahkan digunakan pada pengobatan orang sakit. Tapi saat ini, kain sasirangan peruntukannya tidak lagi untuk spiritual sudah menjadi pakaian untuk kegiatan sehari-hari, dan merupakan ciri khas sandang dari Kalsel. Di Kalsel, kain sasirangan merupakan salah satu kerajinan khas daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Kata “Sasirangan” berasal dari kata sirang (bahasa setempat) yang berarti diikat atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya atau dalam istilah bahasa jahit menjahit dismoke/dijelujur. Kalau di Jawa disebut jumputan. Kain sasirangan dibuat dengan memakai bahan kain mori, polyester yang dijahit dengan cara tertentu. Kemudian disapu dengan bermacam-macam warna yang diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan busana yang bercorak aneka warna dengan garis-garis atau motif yang menawan.
·         Proses Pembuatan Kain Sasirangan
Pertama menyirang kain, Kain dipotong secukupnya disesuaikan untuk keperluan pakaian wanita atau pria. Kemudian kain digambar dengan motif-motif kain adat, lantas disirang atau dijahit dengan tangan jarang-jarang/renggang mengikuti motif. Kain yang telah dijahit, ditarik benang jahitannya dengan tujuan untuk mengencangkan jahitannya, sehingga kain mengerut dengan rapat dan kain sudah siap untuk masuk proses selanjutnya.
Kedua penyiapan zat warna, Zat warna yang digunakan adalah zat warna untuk membatik. Semua zat warna yang untuk membatik dapat digunakan untuk pewarnaan kain sasirangan. Tapi zat warna yang sering  digunakan saat ini adalah zat warna naphtol dengan garamnya. Bahan lainnya sebagai pembantu adalah soda api (NaOH), TRO/Sepritus, air panas yang mendidih. Mula-mula zat warna diambil secukupnya, kemudian diencerkan/dibuat pasta dengan menambahkan TRO/Spirtus, lantas diaduk sampai semua larut/melarut. Setelah zat melarut semua, kemudian ditambahkan beberapa tetes soda api dan terakhir ditambahkan dengan air panas dan air dingin sesuai dengan keperluan. Larutan harus bening/jernih. Untuk melarutkan zat warna naphtol sudah dianggap selesai dan sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan.
Untuk membuat warna yang dikehendaki, maka zat warna naphtol harus ditimbulkan/dipeksasi dengan garamnya. Untuk melarutkan garamnya, diambil sesuai dengan keperluan kemudian ditambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk kuat-kuat sehingga zat melarut semua dan didapatkan larutan yang bening. Banyaknya larutan disesuaikan dengan keperluan. Kedua larutan yaitu naphtol dan garam sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan, yaitu dengan cara pertama-tama mengoleskan/menyapukan zat warna naphtol pada kain yang telah disirang yang kemudian disapukan lagi/dioleskan larutan garamnya sehingga akan timbul warna pada kain sasirangan yang sudah diolesi sesuai dengan warna yang diinginkan. Setelah seluruh kain diberi warna, kain dicuci bersih-bersih sampai air cucian tidak berwarna lagi.
Kain yang sudah bersih, kemudian dilepaskan jahitannya sehingga terlihat motif-motif bekas jahitan diantara warna-warna yang ada pada kain tersebut. Sampai disini proses pembuatan kain sasirangan telah selesai dan dijemur salanjutnya diseterika dan siap untuk dipasarkan.

Upaya untuk melindungi budaya Banjar ini, telah diakui oleh pemerintah melalui Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM RI beberapa motif sasirangan sebagai berikut :
  1. kain-sasirangan1Iris Pudak
  2. Kambang Raja
  3. Bayam Raja
  4. Kulit Kurikit
  5. Ombak Sinapur Karang
  6. Bintang Bahambur
  7. Sari Gading
  8. Kulit Kayu
  9. Naga Balimbur
  10. Jajumputan
  11. Turun Dayang
  12. Kambang Tampuk Manggis
  13. Daun Jaruju
  14. Kangkung Kaombakan
  15. Sisik Tanggiling
  16. Kambang Tanjung

D. Seni Tradisional Banjar
Seni tradisional banjar adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suku Banjar. Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang keluar alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu. Tradisi adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah karena ketidakmauan masyarakat untuk mengikuti tradisi tersebut.
Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa, dan danau, di samping pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir segenap kehidupan mereka serba religius. Di samping itu, masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian besar masih tradisional.
Ikatan kekerabatan mulai longgar dibanding dengan masa yang lalu, orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada intelektual dan keagamaan. Emosi keagamaan masih jelas tampak pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di Kalimantan Selatan.
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi, dan asimilasi. Sehingga tampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ketuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Buddha.
Seni ukir dan arsitektur tradisional Banjar tampak sekali pembauran budaya, demikian pula alat rumah tangga, transportasi, tari, nyanyian, dan sebagainya. Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai jenis dan bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni Religius Kesenian yang menjadi milik masyarakat Banjar. Suku Banjar mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya belum maksimal, meliputi berbagai cabang seni. Banjar mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya belum maksimal, meliputi berbagai cabang seni.
v  Seni Tari
Seni Tari Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama "Baksa" yang berasal dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan kehalusan gerak dalam tata tarinya. Tari-tari ini telah ada dari ratusan tahun yang lalu, semenjak zaman Hindu, namun gerakan dan busananya telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan adab islam mengalami sedikit perubahan. Seni tari daerah Banjar yang terkenal misalnya:
·       Tari Baksa Kembang, dalam penyambutan tamu agung.
·       Tari Baksa Panah
·       Tari Baksa Dadap
·       Tari Baksa Lilin
·       Tari Baksa Tameng
·       Tari Radap Rahayu
·       Tari Kuda Kepang
·       Tari Japin/Jepen
·       Tari Tirik Kuala
·       Tari Gandut
·       Tari Tirik
·       Tari Babujugan
·       Tari Jepen Lenggang Banua
·       Tari Japin Hadrah
·       Tari Kambang Kipas
·       Tari Balatik
·       Tari Parigal Amban
·       Tari Tameng Cakrawati
·       Tari Alahai Sayang

v  Seni Karawitan
Gamelan Banjar adalah seni karawitan dengan peralatan musik gamelan yang berkembang dikalangan suku banjar di Kalimantan Selatan. Gamelan Banjar yang ada di Kalimantan Selatan, yaitu :
·       Gamelan Banjar Tipe Keraton
·       Gamelan Banjar Tipe Rakyatan
v  Seni Rupa Dwimatra
Ø  Seni Anyaman
Seni anyaman dengan bahan rotan, bambu dan purun sangat artistik. Anyaman rotan berupa tas dan kopiah.
v  Seni Lukisan Kaca
Seni lukisan kaca berkembang pada tahun lima puluhan, hasilnya berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi masjid dan sebagainya. Ragam hiasnya sangat banyak diterapkan pada perabot berupa tumpal, sawstika, geometris, flora dan fauna.
v  Seni Tatah/Ukir
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c8/Sasanggan.jpg/200px-Sasanggan.jpg

Motif ukiran juga diterapkan pada sasanggan yang terbuat dari kuningan.

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/d/d9/Motif_Jambangan_Ukiran_Banjar.JPG/200px-Motif_Jambangan_Ukiran_Banjar.JPG

Motif jambangan bunga dan tali bapilin dalam seni tatah ukir Banjar.
Seni ukir terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah dan masjid, bagian-bagian perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan benda-benda kuningan seperti cerana, abun, pakucuran, lisnar, perapian, cerek, sasanggan, meriam kecil dan sebagainya. Motif ukiran misalnya Pohon Hayat, pilin ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, flora binatang, kaligrafi, motif Arabes dan Turki.
Pencak Silat Kuntau Banjar adalah ilmu beladiri yang berkembang di Tanah Banjar dan daerah perantauan suku.
Kuntau iaitu salah satu cabang seni mempertahankan diri yang telah dibawa dari tanah Banjarmasin (Kalimantan) oleh orang berketurunan Banjar lalu dinamakan senagai Seni Silat Kuntau Banjar.Walaupun dari asal keturunan yang berbeza tetapi oleh kerana ianya adalah dari salah satu rumpun Melayu dan Islam sebagai agama pegangan, maka di situlah timbulnya semangat persaudaraan. Tak perlu berbangga dengan seni bangsa-bangsa lain kerana kita, orang-orang Melayu yang berasal dari pelbagai keturunan kaya dengan seninya yang tersendiri dan seharusnya kita berbangga dengan seni sendiri yang mana telah menjadi warisan sejak dahulu kala
v  Seni Rupa Trimatra (Rumah Adat)
Rumah adat Banjar ada beberapa jenis, tetapi yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan Tinggi yang merupakan tempat kediaman pangeran/raja (keraton). Jenis rumah yang ditinggali oleh seseorang menunjukkan status dan kedudukannya dalam masyarakat. Jenis-jenis rumah Banjar:
1.        Rumah Bubungan Tinggi, kediaman raja
2.        Rumah Gajah Baliku, kediaman saudara dekat raja
3.        Rumah Gajah Manyusu, kediaman "pagustian" (bangsawan)
4.        Rumah Balai Laki, kediaman menteri dan punggawa
5.        Rumah Balai Bini, kediaman wanita keluarga raja dan inang pengasuh
6.        Rumah Palimbangan, kediaman alim ulama dan saudagar
7.        Rumah Palimasan (Rumah Gajah), penyimpanan barang-barang berharga (bendahara)
8.        Rumah Cacak Burung (Rumah Anjung Surung), kediaman rakyat biasa
9.        Rumah Tadah Alas
10.    Rumah Lanting, rumah di atas air
Description: http://files.myopera.com/There2ia/blog/Rumah%20Banjar.jpg
South Kalimantan, Rumah Banjar Bubungan Tinggi.

v  Wayang Banjar
Wayang Banjar terdiri dari :
2.    Wayang gung/wayang Gong yaitu (wayang orang versi suku Banjar)
v  Mamanda
Mamanda merupakan seni teater tradisonal suku Banjar. Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat kalimantan pada umumnya. Bahkan, beberapa waktu silam seni lakon Mamanda rutin menghiasi layar kaca sebelum hadirnya saluran televisi swasta yang turut menyaingi acara televisi lokal. Tak heran kesenian ini sudah mulai jarang dipentaskan.
Dialog Mamanda lebih kepada improvisasi pemainnya. Sehingga spontanitas yang terjadi lebih segar tanpa ada naskah yang mengikat. Namun, alur cerita Mamanda masih tetap dikedepankan. Disini Mamanda dapat dimainkan dengan naskah yang utuh atau inti ceritanya saja.

v  Tradisi Bananagaan
1.    Naga Badudung
v  Seni Tradisonal Banjar Berbasis Sastra (Folklor Banjar)
1. Lamut
Lamut adalah sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Lamut merupakan seni cerita bertutur, seperti wayang atau cianjuran. Bedanya, wayang atau cianjuran dimainkan dengan seperangkat gamelan dan kecapi, sedangkan lamut dibawakan dengan terbang, alat tabuh untuk seni hadrah.
Mereka yang baru melihat seni lamut selalu mengira kesenian ini mendapat pengaruh dari Timur Tengah. Pada masa Kerajaan Banjar dipimpin Sultan Suriansyah, lamut hidup bersama seni tutur Banjar yang lain, seperti Dundam, Madihin, Bakesah, dan Bapantun.
Pelaksanaan Lamut akan dilakukan pada malam hari mulai pukul 22.00 sampai pukul 04.00 atau menjelang subuh tiba. Pembawa cerita dalam Lamut ini diberi julukan Palamutan. Pada acara, Palamutan dengan membawa terbang besar yang diletakkan dipangkuannya duduk bersandar di tawing halat (dinding tengah), dikelilingi oleh pendengarnya yang terdiri dari tua-muda laki-perempuan. Khusus untuk perempuan disediakan tempat di sebelah dinding tengah tadi.
Lamut berfungsi :
  1. Sebagai media dakwah agama Islam dan muatan pesan–pesan pemerintah atau pesan dari pengundang Lamut.
  2. Sebagai hiburan
  3. Manyampir, yaitu tradisi bagi keturunan palamutan.
  4. Hajat seperti untuk tolak bala atau doa selamat pada acara kelahiran anak, khitanan atau sunatan, mendapat rejeki. Menurut kepercayaan, kalau menyampir dan hajat ini tidak dilaksanakan maka akan membuat mamingit yakni menyebabkan sakit bagi yang bersangkutan.
  5. Sebagai pendidikan terutama mengenai tata krama kehidupan masyarakat Banjar. Biasanya petatah petitih berupa nasihat, petuah atau bimbingan moral.


Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa Arab artinya nasihat, tapi bisa juga berarti pujian. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang bertipe hiburan. Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka memperingati hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).
Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok.
Pada zaman dahulu kala, ketika etnis Banjar di Kalsel masih belum begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar : Pinduduk). Pinduduk terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
3. Peribahasa Banjar Berbentuk Puisi
Menurut Tajuddin Noor Ganie (2006:1) dalam bukunya berjudul Jatidiri Puisi Rakyat Etnis Banjar di Kalsel, peribahasa Banjar ialah kalimat pendek dalam bahasa Banjar yang pola susunan katanya sudah tetap dengan merujuk kepada suatu format bentuk tertentu (bersifat formulaik), dan sudah dikenal luas sebagai ungkapan tradisional yang menyatakan maksudnya secara samar-samar, terselubung, dan berkias dengan gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.
Berdasarkan karakteristik bentuk fisiknya, peribahasa Banjar menurut Ganie (2006:1) dapat dipilah-pilah menjadi 2 kelompok besar, yakni :
1.    Peribahasa Banjar berbentuk puisi, terdiri atas :
1.    Gurindam
2.    Kiasan
3.    Mamang Papadah
4.    Pameo Huhulutan
5.    Saluka
6.    Tamsil
     Peribahasa Banjar berbentuk kalimat, terdiri atas :

4. Pantun Banjar (Bapapantunan)
Pantun merupakan pengembangan lebih lanjut dari Peribahasa Banjar. Istilah pantun sendiri menurut Brensetter sebagaimana yang dikutipkan Winstead (dalam Usman, 1954) berasal dari akar kata tun yang kemudian berubah menjadi tuntun yang artinya teratur atau tersusun. Hampir mirip dengan tuntun adalah tonton dalam bahasa Tagalog artinya berbicara menurut aturan tertentu (dalam Semi, 1993:146-147). Dibandingkan dengan genre/jenis puisi rakyat lainnya, pantun merupakan puisi rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik local genius bangsa Indonesia sendiri.
Dalam definisi yang sederhana pantun Banjar adalah pantun yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Definisi pantun Banjar menurut rumusan Tajuddin Noor Ganie (2006) adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi khusus yang berlaku dalam khasanah folklor Banjar.
Pada masa-masa Kerajaan Banjar masih jaya-jayanya (1526-1860), pantun tidak hanya difungsikan sebagai sarana hiburan rakyat semata, tetapi juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional, sehingga para tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal harus mempelajari dan menguasainya dengan baik, yakni piawai dalam mengolah kosa-katanya dan piawai pula dalam membacakannya.
Pamantunan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri dengan mengandalkan kemampuannya dalam mengolah kosa-kata berbahasa Banjar sehingga dapat dijadikan sebagai sarana retorika yang fungional.
Datu Pantun adalah seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat. Datu Pantun diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal pantun di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Unsur Melayu yang dianut pantun Banjar ternyata bentuk yang bervariasif. Anak-anak bapapantunan, orang desa “Batawak Pantun” (lempar melempat Pantun) dan orang tua bapantunan dalam acara tertentu.
Contoh Pantun   :
Parahu Bugis di Pulau Bakut

Mambawa emtber lawan lamari

Tabarusuk batis kawa dicabut

Tabarusuk pander jadi kalahi



Ka Sungai Rangas ka dalam Pagar

Ka Martapura tuju kahulu

Biar bungas kalawan langkar

Kahada guna mun kahada payu


Buah kasturi buah durian

Batangnya tinggi di atas gunung

Maasi asi dipadahi kuitan

Sakira diri jadi bauntung


Ø  Pantun Banjar Masa Kini : Bernasib Buruk
Pada zaman sekarang ini, pantun, khususnya pantun Banjar, tidak lagi menjadi puisi rakyat yang fungsional di Kalsel. Sudah puluhan tahun tidak ada lagi forum Baturai Pantun yang digelar secara resmi sebagai ajang adu kreativitas bagi para Pamantunan yang tinggal di desa-desa di seluruh daerah Kalsel. Pantun Banjar yang masih bertahan hanya pantun adat yang dibacakan pada kesempatan meminang atau mengantar pinengset (bahasa Banjar Patalian). Selebihnya, pantun Banjar cuma diselipkan sebagai sarana retorika bernuansa humor dalam pidato-pidato resmi para pejabat atau dalam naskah-naskah tausiah para ulama.
v  Lagu Banjar
Lagu Banjar adalah lagu-lagu berbahasa Banjar. Menurut seniman/pencipta lagu-lagu Banjar yaitu H. Anang Ardiansyah (72 tahun) dilihat daerah perkembangannya lagu-lagu (pantun) berirama khas Banjar di Kalimantan Selatan terbagi menjadi 3 yaitu pantun yang berkembang di tepian sungai, pantun yang berkembang di daratan dan pantun yang berkembang di pesisir pantai.
Jenis-jenis pantun (lagu) tersebut antara lain :
  • Lagu (Pantun) Rantauan yaitu lagu-lagu yang berkembang di sepanjang tepian sungai khususnya di daerah Banjar Kuala. Ciri-ciri lagu ini beralun-alun dan bergelombang-gelombang seperti gelombang sungai dan seperti orang yang meratapi nasib.
  • Lagu (Pantun) Pandahan yaitu lagu-lagu Japin yang berasal dari Hulu Sungai (Banjar Hulu) yaitu dari Kota Rantau sampai Tanjung. Lagu ini disebut juga Lagu Tirik, karena dinyanyikan ketika urang ma-irik banih (orang yang sedang memisahkan bulir-bulir padi dengan tangkainya dengan cara diinjak-injak ketika panen).
  • Lagu (Pantun) Pasisiran yaitu lagu yang berkembang di daerah pesisiran Kotabaru (Sigam), yang dinyanyikan melengking-lengking dengan nada tinggi (karena ada sedikit pengaruh Bugis).
Ketiga jenis tersebut di atas merupakan jenis lagu-lagu Musik Panting. Pada musik panting yang asli di daerah Banjar di pakai tiga jenis alat musik saja yaitu alat musik petik panting (sejenis gambus/karungut/tingkilan), babun (gendang) dan agung (gong).
Sebagai pungkala (patron) dalam mengambil penciptaan jenis lagu Banjar dari 3 macam irama (cengkok):
  • Dundam yaitu lagu-lagu yang agak sedih, seperti orang manggarunum (bergumam) tetapi dinyanyikan.
  • Madihin yaitu lagu-lagu pada kesenian madihin.
  • Lamut yaitu lagu-lagu pada kesenian ba-lamut.
Lagu Ampar-Ampar Pisang ciptaan Thamrin, tapi dirilis oleh Hamiedan AC dan lagu Paris Barantai ciptaan H. Anang Ardiansyah merupakan dua lagu yang menjadi kiblat dalam mencipta lagu daerah Banjar. Hal ini karena kedua lagu inilah yang pertama kali direkam dan dikenal banyak orang.
Description: http://www.disbudparpora.banjarkab.go.id/foto_berita/48yuk.jpg








           

 

 

 

 

E. Makanan Khas Banjar


1.Soto Banjar



Soto Banjar adalah soto khas suku Banjar, Kalimantan Selatan dengan bahan utama ayam dan beraroma harum rempah-rempah seperti kayu manis, biji pala, dan cengkeh. Soto berisi daging ayam yang sudah disuwir-suwir, dengan tambahan perkedel atau kentang rebus, rebusan telur, dan ketupat.
Seperti halnya soto ayam, bumbu soto Banjar berupa bawang merah, bawang putih dan merica, tapi tidak memakai kunyit. Bumbu ditumis lebih dulu dengan sedikit minyak goreng atau minyak samin hingga harum sebelum dimasukkan ke dalam kuah rebusan ayam. Rempah-rempah nantinya diangkat agar tidak ikut masuk ke dalam mangkuk sewaktu dihidangkan.
Penjual soto Banjar menyajikan sate ayam sebagai menu pendamping. Nasi sop adalah sebutan untuk soto Banjar yang dikuahkan ke sepiring nasi dan tidak berisi ketupat.

2. Cacapan Asam

Cincangan buah mangga muda, bawang merah bakar, cabe rawit merah, ditambah sedikit terasi dan garam lalu dilarutkan dengan sedikit air diatas piringan remas-remas kasar dengan menggunakan ujung jari.

Dapat dibayangkan rasanya dari bahan pembuatannya, namun apabila mengalami dan merasakannya sendiri secara langsung, sensasi rasanya akan sangat mengejutkan.

3. Haruan Baubar

Orang banjar bilang maubar berarti ikan bakar tanpa bumbu, cuma dilumuri larutan garam bersama asam jawa atau jeruk asam.
Ikan haruan adalah sejenis ikan gabus yang berukuran besar.
Sajian ini paling nikmat disantab bersama cocolan khas banjar, "cacapan asam". 
Dominasi rasa asin dan masam sangat mendominasi, dengan aroma khas ikan gabus segar yang sedikit berbau gosong. Menimbulkan rasa unik yang dalam, memaksa lidah untuk terus bergerak dan gigi tak berhenti mengunyah, cita rasa yang luar biasa.
Cita rasa yang mampu membangkitkan gairah nafsu makan.






BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
       Kebudayaan adalah totalitas latar belakang sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Itu merupakan seluruh gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan sekaligus menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan sehingga dalam kenyataannya tidak ada dua masyarakat yang kebudayaan seluruhnya sama.
       Kebudayaan merupakan suatu respon terhadap lingkungan sekitar. Baik lingkungan manusia maupun lingkungan alam. Respon itu tidak akan sama dari suatu masyarakat ke masyarakat lain, karena manusia mempunyai kemampuan kreatif.
       Kultur budaya  yang berkembang di Kalimantan Selatan sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa, dan danau, di samping pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan.












Daftar Pustaka



Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking